MENCEGAH UNDERACHIEVER PADA ANAK

Mencegah lebih baik daripada mengatasi. Itu sebabnya setiap orang tua sebaiknya menyadari perlunya untuk mencegah anak menjadi underachiever. Adapun  beberapa upaya yang bisa dilakukan, yaitu:

Terima anak apa adanya dan beri suport
Sejak dini, anak perlu sering-sering ditanggapi keluhannya, misalnya ketika ia meragukan kemampuannya, anda bisa mengatakan: "Insya Allah kamu bisa". Tekankan bahwa yang paling penting adalah berusaha semaksimal mungkin, gagal itu merupakan hal yang bukan tidak diperbolehkan tetapi pantang untuk berputus asa.

Bunda dan Ayah  juga perlu bersikap konsisten
Jangan menuntut anak di luar kemampuannya. Apapun prestasi anak, orangtua harus percaya kepada anak (bahwa ia mampu dan telah berusaha maksimal), menghargainya (bahwa ia telah berusaha, terlepas ia berhasil atau gagal, kehadiran anak tetap merupakan karunia bagi orangtua), dan mendengarkan apa yang disuarakan anak. Jangan sekali-kali berkata kasar atau melecehkan.

Target yang realistic sesuaikemampuan
Tetapkanlah target yang menurut perkiraan bunda dan ayah sesuai dengan anak. Jangan terlalu berlebihan berharap anak akan cepat mengatasi masalahnya. Semua itu harus melalui suatu proses.

Kuasai seni menuntut
Perhatikan kesiapan anak untuk mengerjakan tugas baru, sehingga dimungkinkan mereka dapat berprestasi optimal. Tugas yang terlalu mudah tidak akan menantang anak untuk menunjukkan kemampuannya. Sebaliknya kegagalan yang terus menerus (karena target terlalu tinggi) akan membunuh motivasi anak untuk berprestasi. Menetapkan target yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah merupakan seni tersendiri.

Belajar menunda kepuasan jangka pendek
Setelah anak berusia 5 tahun, ia mulai bisa mengenal target jangka panjang dan jangka pendek; serta mengenal kepuasan jangka panjang dan jangka pendek. Ajari dan dorong anak untuk menunda kepuasa-kepuasan jangka pendeknya demi mendapatkan kepuasan jangka panjang atau kepuasan yang lebih besar. Misalnya, "Yuk, kita menghapal Al-Qur’an ayat demi ayat, lalu surat demi surat, kalo sudah hapal beberapa surat pendek sholatmu bisa lebih khusyu’."

Ajari dan beri contoh untuk belajar aktif memecahkan masalah
Ajari anak bahwa rasa ingin tahu itu menggairahkan, mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya itu mengasyikkan, sehingga belajar itu kegiatan yang menyenangkan. Lontarkan saja pertenyaan pada diri sendiri, dan biarkan anak ikut mendengarkan dan terangsang rasa ingin tahunya, mengapa dan bagaimana cara kerja sesuatu.

Biasakan secara bersama mencari jawaban dari buku. Jadi secara tidak langsung anak mendapatkan bekal bagaimana caranya belajar aktif dan menyenangi kegiatan belajar. Motivasi belajar akan bangkit dan terpelihara dalam dirinya karena anak merasakan sendiri manfaatnya.

Beri ‘imbalan’ bila anak menunjukkan prestasi besar
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa prestasi akademik dan kepribadian yang positif (misalnya konsep diri yang positif, merasa berfungsi secara efektif) terkait erat dengan kondisi rumah. Anak yang selalu dihargai karena prestasinya umumnya akan lebih termotivasi untuk berprestasi. Anak underachever biasanya kurang memiliki tanggungjawab atas dirinya sendiri, termasuk prestasinya.

Sistem imbalan akan membantu membangkitkan rasa tanggung jawab ini. Tugas orangtua adalah menemukan imbalan apa yang efektif bagi anak. Ada yang senag dengan pujian tetapi ada yang pada awalnya memerlukan imbalan yang lebih konkret, misalnya tambahan pensil baru, meja belajar baru atau sekedar ciuman di pipi.

TEACHING WITH LOVE

 

Pendekatan cinta dalam pembelajaran merupakan bentuk perwujudan perhatian dan kasih sayang dari seorang guru dan orang tua dalam memberikan contoh yang baik dalam perilaku-perilaku sehari-hari dengan berbagai pendekatan akhlak mulia.  Dengan pendekatan cinta dan akhlak mulia berarti pembelajaran tidak hanya menekankan intelektual semata melainkan akan memberikan sentuhan khusus pada anak secara pribadi baik untuk peningkatan spiritual, emosional dan kepribadian lainnya seperti etika, sopan santun, toleransi, saling menghargai tanggung jawab dan kepedulian terhadap lingkungan.  Seorang guru ataupun orang tua dalam memberikan pembelajaran tidak hanya memberikan konsep pengetahuan secara teoritik melainkan juga memberikan contoh bagi anak-anaknya.

Mendidik dengan suasana cinta
Mendidik berarti memberikan, dalam konteks ini memberi berarti mendidik dan mengasuh anak. Memberikan hati, cinta dan kasih sayang berarti mendidik dan mengasuh anak dengan hati, cinta dan kasih sayang. Diantara yang dimaksud dengan mendidik atau ‘memberi’ dengan suasana cinta adalah sikap-sikap utama seperti berikut ini;

1.     Tersenyumlah pada mereka

Anak-anak atau siswa lebih menyukai wajah yang tersenyum ceria ketimbang wajah yang serem atau galak.  Jika anda tersenyum pada murid anda insyaAlloh dia akan memberikan cinta 100 kalinya sebagai pembalasan senyum itu.

Lihat dunk gambar teacher dibawah ini…. lebaaaar senyumnya hingga nyaris membelah mukanya…. so, muridnya juga jadi senyum dan semangat untuk sekolah ( eh tapi ada 1 anak sich yang masih cemberut….. wajar dech…)


Senyum dari guru atau orang tua akan tersimpan dalam memori anak yang paling dalam. Memori tersebut akan melejitkan potensi anak. Senyum adalah multivitamin yang akan mampu menggairahkan kejiwaan anak. Senyum tulus guru akan mampu membuat anak merasa dihargai dan disayangi.

Jika anda tersenyum artinya saat tersenyum anda tidak mempunyai beban yang berat sehingga orang yang mendapat senyum anda akan merasakan ringan hidupnya. Bahkan ada hadist Rasulullah SAW : “ Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah”… wow… keren kan…. apa yang kita lakukan amat sangat berguna dan bermanfaat bahkan mempunyai dasar yang sangat jelas.

2.            Curilah perhatian mereka

Mencuri perhatian bukanlah hal yang mudah. Orang tua maupun guru harus melakukan seribu aksi agar anak dan muridnya memperhatikan. Tentu saja aksi tersebut tidak dengan cara mengancam maupun berteriak-teriak. Senyum, sorot tulus dan jangkauan kasih sayang guru akan membawa anak kedalam dunia yang nyaman.

Guru langsung membenamkan diri dalam suasana anak secara alami, kita sebagai guru atau orang tua membawa kita kedalam dunia mereka dan menarik mereka kedalam duniakita, itu loch yang sering-sering disebut sebagai Quantum Learning.   Pendekatan ada bermacam cara, model dan macam. Jangan pernah merasa putus asa jika gagal melakukan dengan pendekatan tertentu.

Coba, coba dan terus coba sambil senantiasa berdoa mohon kepada Alloh SWT atas usaha yang sedang kita lakukan.…. ikhtiar dan doa itu itu bisa sebagai pengubah takdir lho! Teman-temanku,  berbuatlah sesuatu ciptakan amaliyah untuk mengubah takdir kita. Selama pagi menjelang, kita masih akan menemui kejutan-kejutan siang. “ Berbuatlah ( dan bergeraklah ) karena Allah, Rasul, dan Orang-orang beriman akan menjadi saksi atas perbuatan kita. (Q.S At-Taubah : 105). “ Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan apapun yang telah kit lakukan. Kecuali selalu ada nilai di hadapan-Nya.” (Q.S Ali Imran : 191).


3.    Bersahabatlah dengan mereka

Anak dan siswa tidak bisa kita jadikan sebagai obyek pendidikan. Kehadiran mereka adalah sebagai sahabat. Untuk saat-saat tertentu, perankanlah diri anda sebagai teman sebaya mereka. Sehingga anak akan bebas berekpresi tanpa dibatasi image orang tua dan guru.  Ingat cinta itu bukan paksaan.  Cinta itu lahir dari perasaan. kehadirannya tidak diundang, tetapi kepergiannya tiada yang sudi merelakan… 
(cinta itu jauh berbeda dengan jalangkung yang datang tak diundang, pulang tak diantar, biarin aja wong bisa pulang sendiri)

Bersahabatlah dengan siswa secara tulus, InsyaAlloh sepanjang hidupnya siswa akan selalu tulus kepada guru yang menjadi sahabatnya.

Semua yang disebutkan diatas, adalah sebuah hikmah untuk kita bahwa, mengajar dengan cinta adalah sesuatu yang indah dan menyenangkan. QS An Nahl 125 : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya. Dan dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjukknya.”

Rasulullah juga mengajarkan,”Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka. Terimalah usahanya meskipun kecil, maafkanlah kekeliruannya, tidak membebani dengan beban yang berat, dan tidak pula memakinya dengan makian yang dapat melukai 

A happy family is an earlier heaven. Home or school is our children’s heaven… Let’s us teach them with love…. Make them feel comfort wherever they stay….

Teman-temanku!cinta dan kasih sayang biasanya baru terasa ketika hilang. Mungkin dengan apa yang saya ungkapkan hari ini, sebagai seorang ayah, ibu, guru, yuk, kita temukan kembali hati, cinta dan kasih sayang dalam keluarga dan sekolah kita.

PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN ANAK

Dunia pendidikan tak luput dari paradoks, yang berarti pujian semu. Kata paradoks berasal dari kata Bahasa Yunani paradoxon;  para berarti semu dan doxon atau doxa berarti pujian, kemuliaan.    Pendidikan dipuja-puji sebagai solusi terhadap masalah kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, diskriminasi, ketidakadilan, perkosaan terhadap martabat manusia, kesewenang-wenangan, kebohongan, dan konflik sosial. Pendidikan pun seringkali diharapkan dapat bemilai sebagai proses 'pembelajaran'sekaligus sebagai 'pemberdayaan' kemampuan (ability) dan kesanggupan (capability) peserta didiknya.

Namun pada kenyataannya yang sampai kini terjadi adalah proses pendidikan di negeri ini seringkali justru menjadi sebuah beban bagi peserta didiknya selain melalui muatan-muatan kurikulumnya. Juga melalui pendekatannya yang cenderung bersifat satu arah dan mengutamakan adanya 'pemaksaan' keyakinan.

Melalui proses pendidikan seringkali peserta didik dijadikan obyek dari sebuah proses tranfer pengetahuan dengan menghafal muatan-muatan pelajaran yang sangat padat. Pendekatan yang digunakan dalam proses pendidikan pun lebih menempatkan guru sebagai obyek dan peserta didik sebagai obyek. Pun proses yang terjadi seringkali tidak memungkinkan adanya komunikasi dua arah yang sebenamya antara guru dan peserta didiknya.

Tentu ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan sebuah pendidikan. Dan salah satu kunci dalam pendidikan ialah peranan orang tua. Sebenarnya kalau kita melihat keterlibatan orang tua sampai saat ini masih sangat kurang. Terutama orang tua yang di kota, yang sibuk dengan aktivitas di kantor. Sehingga terlihat sekali bahwa anak tersebut seolah-olah itu semua tanggung jawab guru.

Padahal orang tua juga harus terlibat di dalam hal itu. Karena anak tersebut tidak hanya bisa dikreatifkan selama di sekolah saja. Anak tidak akan bisa kreatif kalau tidak ada pantauan secara langsung dari orang tuanya.

Keterkaitan orang tua dalam hal ini sangat penting. Apalagi kalau dilihat dalam proses belajar mengajar. Ada pekerjaan rumah yang tidak bisa dijawab, harusnya orang tua juga kreatif mencari dari buku yang lain. Atau membimbing anak mencarikan hal- hal yang lain sehingga dia merasa bahwa orang tuanya tidak sekadar memberikan uang jajan atau menyekolahkan dia. Tetapi juga ikut meningkatkan kreativitas atau meningkatkan pendidikan.

Dengan kata lain, dalam penggunaan pendidikan maka semua pihak terlibat. Dan oleh karenanya, baik guru, siswa, maupun orang tua mesti kreatif.

Selama ini sebagian orang berpikir bahwa pendidikan itu hanya merupakan tanggung jawab sekolah. Oleh sebab itu, ketika orang tua memasukan anaknya ke sekolah, mereka seolah-olah berpikir bahwa masalah telah selesai. Padahal mereka lupa bahwa orang tua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keberhasilan pendidikan itu sendiri.

Dalam Undang-Undang Nomor: 23 TAHUN 2002 tentang: Perlindungan Anak Bab IV tentang Kewajiban dan Tangung Jawab, khususnya bagian keempat tentang kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua, pada pasal Pasal 26 disebutkan bahwa

(l) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

Dari sini nampak bahwa negara memberi peran kepada orang tua agar sungguh -sungguh menunjukan perhatian kepada anak, termasuk dalam masalah pendidikan. Olehnya, jika orang tua mengabaikan hal tersebut, maka mereka dapat dikenakan sanksi dan hukuman sesuai peraturan yang berlaku.

Beberapa peneliti mencatat bahwa keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak di sekolah berpengaruh positif pada hal-hal berikut yakni;

(l) Membantu penumbuhan rasa percaya diri dan penghargaan pada diri sendiri.
(2) Meningkatkan capaian prestasi akademik,
(3) Meningkatkan hubungan orang tua-anak,
(4) Membantu orang tua bersikap positif terhadap sekolah, dan
(6) Menjadikan orang tua memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap proses pembelajaran di sekolah.

Pada sisi lain, untuk mendorong keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak, maka pihak sekolah dapat menyiapkan beberapa metoda untuk dapat melibatkan orang tua pada pendidikan anak. Diantaranya dengan: acara pertemuan guru-orang tua, komunikasi tertulis guru-orang tua, meminta orang tua memeriksa dan menandatangani PR, mendukung tumbuhnya forum orang tua murid yang aktif diikuti para orang tua.

Selain itu kegiatan rumah yang melibatkan orang tua dengan anak dikombinasikan dengan kunjungan guru ke rumah. Terus membuka hubungan komunikasi (telepon, sms, e-mail, portal interaktif dll) serta dorongan agar orang tua aktif berkomunikasi dengan anak.

Selain itu, di antara teori pendidikan menyebutkan sebuah paradigma tripartite (tiga pusat pendidikan), yang menempatkan sekolah, keluarga dan masyarakat sebagai tiga elemen yang tidak terpisahkan dalam proses pendidikan.Dari ketiga elemen tripartite itu, keluarga merupakan fokus utama yang harus mendapat perhatian lebih, karena anak lebih banyak berada di rumah.

Pendidikan anak pada hakikatnya adalah tanggung jawab para orang tua. Oleh karena itu keterlibatan orang tua dalam mendukung sukses anak menuntut ilmu di sekolah merupakan kewajiban. Untuk menjadi pendidik yang baik, orang tua mesti menghiasi dirinya dengan keteladanan. Sebagai contoh dapat diingat semboyan; tut wuri handayani.

Peran penting orang tua adalah membangun dan menyempurnakan kepribadian dan moral anak. Untuk itu perlu sikap-sikap orang tua sebagai pendidik yang sabar, lembut, dan kasih sayang. Dengan berbuat demikian, diharapkan akan tampil anak - anak yang cerdas dan berkualitas baik secara jasmaniah maupun rohaniah.

Agar semua ideal tersebut dapat terwujud, maka peran orang tua mesti ditampilkan secara optimal. Orang tua mesti membangun kerjasama dengan pihak sekolah, demikian sebaliknya, sehingga dari kerjasama tersebut anak mendapat ruang yang cukup luas untuk mengembangkan dirinya.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang berhasil, bukan saja karena keaktifan anak sebagai peserta didik, tetapi para pendidik, sarana prasarana, dukungan pemerintah melalui kebijakan dan peraturan, maupun peran orang tua merupakan elemen-elemen yang saling menopang dan melengkapi dalam keberhasilan pendidikan itu sendiri.