BERMAIN DAN PEKEMBANGAN MENTAL ANAK

Kata-kata tersebut selalu saja saya keluarkan manakala saya melihat apapun yang “malaikat-malaikat kecilqu” –istilah buat murid-murid kecil saya--- yang lucu, menggemaskan, membuat deg-degan, bikin mumet, pokoknya nano-nano dan kayak salak yg dijual dikereta …manis tapi sepet….juga ngangenin….bikin ketawa… wis pokoke  hueboh deh…..Ampuuuun cuapeknya ngajarin- ga ngerti-ngerti  tetap berisik pula! 

Ya ya ya itulah dunia mereka. Banyak hal yang belum sampai pada pemikiran mereka pentingnya sebuah kegiatan belajar dan mencari ilmu. Salahkah mereka? 

Tentu tidak!  Perkembangan zaman yang sangat laju membuat begitu banyak hal yang “cukup berat” harus dipelajari, dipahami  dan diterima oleh otak anak-anak yang sesungguhnya, sejatinya, usia 5-10 adalah masa-masa yang penuh dengan keceriaan, tanpa beban.

Sungguh, jadi terkenang saat saya kecil, rasanya sekolah adalah sesuatu yang amat sangat menyenangkan masuk jam 7 pulang jam 13. Tidur siang terus bangun main dengan teman-teman sampai magrib dan lanjut lagi shalat di mesjid bersama teman-teman sampai Isya. Nikmatnya….. Tanpa ada PR yang menggunung, tugas ini itu, pekan ulangan, juga les ini itu.

Tapi apa yang terjadi dengan anak-anak-anak kecil jaman sekarang ? Banyak orang tua mungkin tidak mengetahui dan bahkan menganggap bahwa menghabiskan waktu untuk bermain hanyalah sebuah pemborosan waktu. 

Akhirnya, banyak orang tua yang memenuhi keseharian anak dengan jadwal les yang padat dan membatasi waktu bermainnya. Padahal, bermain sangat baik sebagai sarana untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitasnya.

Menurut para ahli, potensi kreativitas anak mulai meningkat pada usia 3 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 4,5 tahun. Kreativitas ini akan menurun pada saat anak memasuki usia sekolah dasar. Oleh karena itu, pada masa usia inilah orang tua harus peka terhadap kebutuhan bermain anak atau jenis permainan yang disukainya. 

Berbagai macam kursus atau sekolah dini untuk anak belum tentu dapat memaksimalkan perkembangan otak dan kecerdasannya. Justru, kebebasan bermain dapat mendukung peningkatan daya imajinasi dan kreativitas anak dan kelak dapat memperlancar kemampuan bermain anak.

Pada saat bermain, anak banyak melakukan eksplorasi. Masih segar dalam ingatan saya, saat itu anak saya (laki-laki) berumur 4 th sedang bermain dengan beberapa teman sebayanya mereka main masak-masakan, jualan gadi-gado. Daun daun dipungut untuk sayurnya, tanah dan air diulek untuk bumbunya. Alamak….. ternyata dimakan betulan! 

Anak saya bilang : ‘Bu,kok gado-gado yang di buat Clara ga enak ya… pait …..”   

He he he apa boleh buat sudah ada yang di telan. Tapi disini anak jadi tahu, apa yang boleh dimakan  apa yang tidak…..

Juga saat si kecil saya berlari lari menghampiri saya setelah bermain di kawasan perkampungan dengan teman-temannya….. “Ibu…. Aku bawa in ibu kelereng ….. buat ibu aja…. Aku tadi nemu banyak kok…..” ujarnya sambil merogohkan tangan kesaku celananya ,,,, 

“ Ya bu… kelerengnya pecah…. “katanya dengan muka memelas sambil mengulurkan “kelereng” oleh-oleh untuk ibu tercintanya……..    

Oh My God……. Yang dibawa ternyata kotoran kambing!…. Yang pecah adalah yang gepeng di kantung celananya ….. Duh…. Ampun…..

Jadi, untuk mendukung tumbuh kembang otaknya, sebaiknya orang tua tidak banyak melarang. Sebaliknya, beri arahan dan informasi yang tepat sehingga anak dapat bermain dengan aman.

Berilah kebebasan dan kesempatan pada anak untuk mencoba segala bentuk permainan. Kita sebagai orang tua hanya bertugas memfasilitas dan memberikan arahan sehingga apapun yang dilakukan oleh anak kita aman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar